Aku bersyukur sekarang berkuliah di Jerman. Aku akan cerita sedikit tentang pendidikan di sini. Para pelajar asing seperti aku dari luar Uni Eropa yang akan ambil S1 di Jerman, harus menyelasaikan sekolah penyetaran (Studienkolleg) selama 2 semester. Aku akhirnya bisa masuk Studienkolleg Nordhausen. Di Studienkolleg ini para pelajar belajar beberapa mata pelajaran setara SMA dalam bahasa Jerman. Di Studienkolleg Nordhausen, berbeda dengan banyak Studienkolleg lain, di sini ada tambahan tugas. Pelajar juga harus menyelesaikan Hausarbeit di semester 1, lalu mempresentasikan tugas Hausarbeit ini di semester 2.
Lalu apa itu Hausarbeit?
Inilah yang lebih mirip karya ilmiah di Indonesia. Tapi tidak begitu rumit. Berbeda dengan Karya Ilmiah, pada Hausarbeit siswa hanya diharuskan merumuskan suatu pertanyaan ilmiah yang kemudian dijelaskan dalam suatu makalah. Siswa mengumpulkan informasi dari buku-buku, artikel, koran, ataupun halaman internet (kecuali Wikipedia). Bukan meneliti. Dari informasi2 itu dibuatlah makalah yang minimal 8 hingga maksimal 15 halaman. Tentu saja semuanya dalam bahasa Jerman.
Fokus utama dari Hausarbeit ini adalah kita belajar metode yg dalam bahasa Jermannya Einführung in das wissenschaftliche Arbeiten (EWA) / Bimbingan dalam Kerja Ilmiah. Artinya kita belajar mengerjakan sesuatu secara ilmiah, sistematis, dan teratur.
Untuk menyelesaikannya kami memiliki pembimbing sendiri, berdasarkan dari lingkup pelajaran apa tema yang diambil, apakah fisika, biologi, sejarah, politik atau yang lain. Tiap guru maksimal hanya membimbing 5 murid, sehingga bimbingan menjadi efektif. Si guru membantu siswa mengambil tema Hausarbeit, lalu membatasi tema agar terfokus, membarikan referensi/sumber yang dapat digunakan, lalu mengoreksi dan mengontrol Hausarbeit. Di akhir semester 1, Hausarbeit harus sudah selesai dan diserahkan kepada pembimbing. Nilainya masuk ke nilai bahasa Jerman.
Setiap minggu selama 1 jam kami diberi kuliah bagaimana kiat-kiat membuat Hausarbeit. Ada banyak hal yang dijelaskan. Perbedaan dasar dari Karya Ilmiah dan Hausarbeit ada di penyalinan.
Hal yg sangat penting di sini mengenai hak cipta seseorang, kami belajar mengutip/menyalin. Di sinilah aku sadar, penting untuk mencatumkan sumber informasi saat kita menyalin. Info yg dapat diperlukan dapat dikutip mentah atau diubah dengan kalimat sendiri, yg terpenting adalah pencantuman sumber pada akhir kutipan, entah sumbernya buku, artikel, koran, halaman internet, dst.
Karya ilmiah menuntut penjelasan panjang tentang penelitian, sehingga mau tidak mau kita menyalin banyak informasi dari buku atau internet. Sayangnya, kita tidak diajarkan di SMA bagaimana cara menyalin yang benar. Lebih tepatnya, kita belum diajarkan, tentang pentingnya menyalin dengan benar.
Setelah proses2 yg panjang dan waktu yg lama, akhirnya kami menyelesaikan Hausarbeit. Aku menyelesaikan makalah tentang Fisika tentang pergerakan mekanik pada jam pendulum.
Ada 2 hal utama yg aku pelajari, sesudah mengerjakan Karya Ilmiah di SMA dan Hausarbeit di Studienkolleg.
Pertama, kegiatan meneliti adalah hal yg berat dilakukan untuk membuat suatu karya ilmiah di SMA. Opiniku, masih terlalu awal untuk membuat makalah 40 halaman dari penelitian, sedangkan kita juga harus belajar 13 Mapel 6 hari seminggu di SMA.
Alangkah lebih baik bila sistemnya seperti Hausarbeit ini. Siswa merumuskan pertanyaan ilmiah dan dari itu mereka membuat makalah. Biarlah 15an halaman saja, asalkan ilmiah, terstruktur, tidak hanya sekedar copy paste. Ini efektif untuk banyak siswa. Mereka belajar menghargai literatur. Karya Ilmiah selevel penelitian biar untuk siswa yg mau mengikuti lomba saja, semacam OPSI.
Kedua, penting untuk kita mengutip informasi dengan baik. Menyalin sekedarnya, bila perlu diubah kalimatnya, lalu mencantumkan sumber pada akhir kutipan. Ini pulalah cara paling efisien untuk memajukan dunia literasi. Bahwa kita tidak sembarang mengutip mentah untuk memperbanyak tulisan di Karya Ilmiah ataupun Hausarbeit.
Kita pun belajar untuk bekerja terstruktur, ilmiah, dan juga menghargai karya orang lain.
makasih kak udah nulis pengalaman kakak :) aku setuju, sepertinya metode itu akan baik sekali kalau bisa diterapkan di SMA Indonesia
BalasHapus